Edin Dzeko, Kisah Sukses Korban Perang
Edin Dzeko sendiri merupakan pemain kelahiran Sarajevo, Bosnia pada tahun 1986. diusianya yang masih sangat muda Dzeko justru harus berusaha bertahan hidup ditengah perang Bosnia yang berlangsung dari 1992-1995.
Dimasa kecilnya ia harus melewati masa-masa sulit. Setiap hari Dzeko kecil harus menahan lapar karena tak punya cukup makanan. Setiap saat Dzeko harus selalu siap berlari dan bersembunyi setiap kali ada serangan bom. Bukanlah masa kecil yang indah untuk dikenang Dzeko.
Namun ditengah penderitaan perang Dzeko justru tumbuh menjadi sosok pemuda tangguh. Sosok yang tak pernah mengenal kata menyerah saat menghadapi berbagai kesulitan. Begitu perang usai akhirnya Dzeko dapat mewujudkan mimpinya menjadi seorang pesepak bola professional.
Dzeko awalnya memulai karir sepak bolanya bersama klub Bosnia, FK Zeljeznicar. Karena memiliki fisik yang kuat dan kemampuanya menjelajah ke seluruh penjuru lapangan, ia lebih sering diplot sebagai seorang gelandang.
Dzeko akhirnya mulai melakoni tugas sebagai seorang penyerang saat ia pindah ke FK Teplice pada 2005. Tampil sebanyak 43 pertandingan bersama FK Teplice, Dzeko berhasil mencetak 16 gol. Prestasi cemerlang Dzeko ini mebuat klub Wolfsburg rela merogoh kocek 4 juta euro atau setara 57,4 miliar rupih untuk mendatangkan Dzeko ke Volkswagen Arena pada 2007.
Felix Magath, pelatih Wolfsburg ketika itu memang mebutuhkan seorang mesin gol yang mempunyai fisik kuat. Ia pun yakin Dzeko adalah sosok yang paling tepat. Bukan hanya karena memiliki talenta dan fisik yang kuat, tetapi tembakan yang akurat serta sundulannya yang berbahaya menjadi nilai plus Dzeko. Selain itu ia juga adalah sosok penyerang yang tidak egois.
Dzeko mencoba mengadu nasib seorang diri di negara asing dengan menepis rasa kesepian, Dzeko terus berusaha keras meraih sukses bersama “The Wolves”. Bukan hanya beradaptasi dengan gaya sepak bola Jerman. Ia juag berusaha mempelajari bahasa Jerman. Dzeko beranggapan kemampuan bahasa asing bergunak untuk menunjang karirnya.
Disisi lain ia juga sangat dekat dengan pelatihnya Felix Magath ketimbang rekan-rekannya di Wolfsburg. Dzeko selalu meuruti apa yang diperintahkan sang pelatih kepadanya. Dua tahun kemudian, prediksi Magath menjadi kenyataan. Bersama Grafite Dzeko mejelma menjadi bomber paling ganas di Bundesliga.
Dzeko pun mampu menjadi penyerang Wolfsburg pertama yang mampu mencetak hattrick dua kali dalam satu musim pada 2008/09. puncaknya Dzeko mampu mengantarkan klubnya Wolfsburg meraih gelar Bundesliga untuk pertama kalinya dimusim yang sama.
Bahkan duetnya dengan Grafite dilini depan Wolfsburg berhasil memecahkan rekor sebagai pasangan bomber tersubur dengan 54 gol yang 26 diantaranya merupakan hasil karya Dzeko. Bahkan mereka berhasil melampaui duet legendaries Muenchen, Gerd Muller dan Uli Hoeness yang membukukan 53 gol pada musim 1971/72 dan 1972/73.
Ditangan Mageth, Dzeko benar-benar menjadi seorang megabintang. Sayangnya di musim berikutnya (2008/09) Mageth tak lagi menangani Wolfsburg. Pelatih yang sukses menempah Dzeko menjadi salah satu bomber yang disegani itu hengkang ke Schalke.
Kepergian Magath membuat Dzeko tak bisa menutupi kegalau hatinya. Ia benar-benar merasa kehilang sosok yang selama ini benyak meberikannya suntikan moral untuk kemajuan karirnya. Sosok yang telah merubah dirinya dari seorang pemuda korban perang menjadi seorang pahlawan bagi Wolfsburg.
Kembali Mewujudkan Mimpi
Sejak kecil Edin Dzeko telah mempunyai cita-cita menjadi seorang bintang lapangan hijau. Namun di tengah situasi perang sulit bagi Dzeko kecil untuk mewujudkan mimpiannya itu.
Jangankan bergabung dengan akademi sepak bola seperti yang dilakukan dengan kebanyakan pemain sepak bola diawal karirnya, berlatih di halaman rumha pun seolah menjadi hal yang musitahil dilakuakn Dzeko karena serang bom mengancam setiap saat.
Satu-satunya benda yang membuat pria berpostur 192 centimeter itu tetap mempunayi harapan besar menjadi seorang bintang adalah selimut bergambar logo klub AC Milan. Baginya Milan adalah klub terbaik di dunia. Selimut itu mejadi harta yang paling berharga bagi Dzeko.
Jadi wajar saja jika hingga kini Dzeko tetap menyimpan ambisi untuk bergabung dengan I Rossoneri. Walau pada jendela transfer pemain lalu sudah ada beberapa klub yang meminatinya seperti Chelsea dan Arsenal, hingga Manchester United namun Dzeko tetap menolak. Ia lebih memilih untuk bertahan di Wolfsburg.
Selain Milan salah satu klub impian Dzeko lainnya adalah Juventus. Sebenarnya pada bursa transfer lalu Dzeko nyaris berkostum tim impiannya, AC Milan. Sayangnya Milan urung memboyongnya ke San Siro karena harga yang dipatok Wolfsburg dinilai terlampau tinggi.
Kini salah satu klub impian Dzeko lainnya, Juventus dikabarkan sedang melakukan pedekatan guna memboyong Dzeko ke Turin. Jika transfer tersebut terealisai maka satu lagi impian Dzeko sejak kecil kembali akan menjadi kenyataan. (Arjuna)
0 komentar:
Posting Komentar