AJI Jayapura Diminta Sweeping Wartawan
Harry Maturbongs, salah satu praktisi hukum di Papua mengatakan, berdasarkan beberapa kasus di Merauke dan juga kekerasan terhadap pekerja pers, menjadi acuan bagi AJI untuk menggelar sweeping terhadap para jurnalist yang tidak jelas. “Bagi saya sudah banyak kasus yang menimpa wartawan namun tidak mengoreksi wartawannya. Tapi juga tidak mengintropeksi diri,” ujar Maturbongs, Rabu (11/9).
Dia mengungkapkan, sweeping perlu dilakukan untuk mengetahui wartawan yang sebenarnya. Sebab, menurut pengamatan selama ini banyak wartawan yang medianya tidak jelas. Mereka menggunakan jasa wartawan mendapat informasi sebanyak-sebanyak untuk kepentingan terselubung. “Pihak ini jelas akan mengontrol wartawan yang sebenarnya. Mereka akan menimbulkan kekerasan, teror hingga berujung kematian," ujarnya.
Tindakan mereka, kata dia, berakibat pada pemberitaan. Berita yang ditulis kemungkinan besar tak akan memihak. Sebaliknya, memihak tetapi hanya pada satu sisi. “Berita yang ditulis sudah tidak lagi tajam seperti yang diharap.”
Menurutnya, wartawan dikritik berarti penulisan beritanya memihak dan tegas. “Ini merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk menilai keberhasilan seorang wartawan.”
Pihaknya mendukung penuh upaya pers yang sudah dilakukan selama ini untuk memperjuangkan rekan-rekannya yang sementara diteror di Merauke. Tapi juga menuntut polisi untuk mengungkap kematian Ardiansyah Matrais. “Saya sangat setuju dengan upaya-upaya yang sudah dilakukan selama ini.”
Moturbongs menilai, tindakan tersebut secara tidak langsung memberikan pembelajaran bagi generasi yang sementara berkembang tapi juga kepada publik secara umum. Jika pers tidak melalukan fungsinya maka secara tidak langsung ruang demokrasi mati. “Pekerjaan wartawan adalah pekerjaan mulia. Mereka akan selalu dikenang oleh generasi yang baru bertumbuh,” ujarnya.
Ancaman dan teror dengan kertas berdarah terhadap wartawan terjadi pada Sabtu (31/7) pukul 18.00 WIT oleh orang tak dikenal dengan cara menaruh kertas tersebut di depan rumah wartawan Harian Bintang Papua bernama Lala, di Merauke. Teror itu menyebut bahwa Lala akan disiksa, diperkosa lalu dibunuh.
Kertas tersebut dibubuhi cap darah dengan kalimat` "Ingat, kami tidak pernah main-main dengan ancaman kami. Kami tahu polisi sedang mencari siapa oknum itu. Maaf, kami tidak lengah. Mati Kamu!".
Sebelumnya, ancaman terhadap sejumlah jurnalis di Jayapura juga dilakukan orang tak bertanggung jawab melalui pesan singkat (SMS) yang dikirimkan kepada sejumlah wartawan.
Pada 4 Agustus 2010 lalu, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jayapura berunjuk rasa di depan Polda Papua. Mereka mendesak polisi menyelidiki kasus teror terhadap jurnalis di Merauke. (Tabloid Jubi Online)
0 komentar:
Posting Komentar