Pembuktian “Manusia Tiga Paru-Paru”

Falsafah itu sepertinya berlaku juga dalam dunia sepak bola, salah satu olah raga yang mempunyai penggemar terbanyak di dunia bahkan mungkin bisa dianggap sebagai miniatur kehidupan. Bukan tak mungkin master sepak bola yang juga berasal dari Korea Selatan Park Ji-Sung mendalami falsafah itu.
Mengingat sejak bergabung dengan Man. United pada 2005 lalu, Park Ji-Sung terus berkutat dengan berbagai pandangan negatif yang melekat pada dirinya. Maklum banyak kalangan yang menganggap “Iblis Merah” mendatangkan pemain asal Seoul bukan karena kemampuan si pemain melainkan lebih karena kepentingan bisnis semata.
Hal ini wajar saja terlontar, karena sejak kepindahan Park Ji-Sung ke Old Trafford, MU langsung mendapat ikatan sponsor dalam jumlah yang besar dari produsen ban asal Korea, Kumho, serta kementerian pariwisata Negara tersebut. Selain itu MU juga meraup untung dari penjualan pernak-pernik klub yang laku keras di wilayah Asia.
Namun performa apik Park selama dua setengah musim terakhir bersama “Setan Merah” seolah menjadi pembuktian pemain yang digaet MU dari PSV Eindhoven dengan harga 4 juta pound itu. Ia menjawab kepercayaan sang mentornya Sir Alex Ferguson yang kerap menurunkannya dalam partai-partai genting dengan mencetak gol-gol krusial untuk klub raksasa Inggris itu.
Permainannya yang terus menanjak seakan menjadi serang balik kepada Guss Hiddink, mantan pelatihnya di timnas Korsel dan PSV Eindhoven yang pernah mengangap keberaadaan Park di MU hanya “melakukan pekerjaan kotor untuk sesuatu yang lebih besar.”
Karakter keras dan tak kenal lelah saat berada di lapang hijau membuat pemain binaan Myongji University ini mendapat julukan “manusia tiga paru-paru” dari supporter United. Bahkan pelatihnya Sir Alex Ferguson dan rekannya di MU, Rio Ferdinand menyebutnya sebagai pemain Asia terbaik yang pernah ada dan pantas disejajarkan dengan pemain terbaik dunia.
Melanjutkan karir sepak bola di benua biru pasca Piala Dunia 2002 tidaklah seperti yang dibayangkan Ji-Sung. Ia baru menyadari akan karakter Hiddink yang sesungguhnya saat melatih di PSV. Hiddink yang begitu hangat kala menjadi pelatih timnas Korsel seolah berubah 180 derajat. Namun walau demikian Park tetap menganggap Hiddink adalah sosok yang paling berpengaruh dalam karirnya.
Selain itu publik Eindhoven juga seolah tak menghendaki kehadirannya. Tak jarang botol-botol bekas minuman mendarat dikepalanya saat ia sedang berada dilapang. Dititik inilah Park nyaris menyerah. Bahkan keluarganya pun menyarankan agar Park Ji-Sung pulang kampung.
Namun karakternya yang keras seolah membuat ia tak ingin di cap gagal. Ia terus berusaha melawan cedera yang membelitnya. Latihan terus digenjotnya. Ji Sung akhirnya menuai hasil kerja kerasnya itu. Ia menemukan bentuk permainan terbaiknya dengan mengantarkan PSV Eindhoven ke babak semifinal Liga Champion dimusim 2004/2005.
Saat itulah bakat yang dimilikinya terpantau oleh Sir Alex Ferguson. Fergi sang pelatih “Iblis Merah” yang juga bertindak bagaikan “Big Boss” di Old Trafford mulai kepincut dengan talenta yang ada dalam diri Ji-Sung. Hingga pada akhirnya Ferguson mengeluarkan titah “Panggil dia ke Old Trafford.” Pada pertengahan Juni 2005 Park Ji-Sung akhirnya resmi berkostum “Setan Merah.”
Mengkhianati Hiddink
Dipertengahan 2005 lalu, telepon ayah Ji-Sung, Park Seong-jong yang juga merupakan agen Park Ji-Sung berdering. “Alex Ferguson tertarik dengan bakat anak anda dan memnginginkannya untuk bergabung ke MU” mungkin begitulah kira-kira apa yang diucapkan oleh seseorang dari Old Trafford, markas MU di ujung telepon lainnya. Sejak saat itulah hubungan Park Ji-Sung dengan pelatihnya di PSV, Guss Hiddink mulai merenggang.
Hiddink yang memboyong Park ke Belanda usai perhelatan Piala Dunia 2002, meminta pemain tengah itu untuk bertahan minimal tiga musim lagi di PSV. Namun keinginan Park untuk segera berlabuh di Manchester United, klub yang sejak lama menjadi impiannya tak bisa dihalangi lagi. Barter pun langsung diadakan pihak PSV dengan United dengan nilai 4 juta pound.
Saat akan pindah ke MU Park Ji-Sung seolah merasa telah mengkhianati Hiddink, pelatih yang sudah membesarkan namanya. Maklum, Park sebelumnya pernah ditolak oleh salah satu klub Liga Korea sehingga membuat ia berlabuh ke klub asal Jepang, Kyoto Purple Sanga, pada tahun 2001. Mungkin hal inilah yang membuatnya merasa berutang budi kepada Hiddink. Namun kecintaanya akan United tak mampu meruntuhkan kokohnya tekad Ji-Sung untuk pergi.
Disanalah Park Ji-sung memulai hidupnya yang baru di dunia kulit bundar. Beragam gelar telah ia rasakan bersama klub asal Inggris itu. Mulai dari gelar Community Shelf, Premier League, Liga Cahampion, hingga gelar Piala Dunia Antar klub. Bahkan Ji-Sung mencatatkan namanya dalam sejarah sepak bola sebagai satu-satunya pemain Asia yang pernah tampil dipartai final Liga Champion, liga para juara Eropa.
Pembuktian kepada klubnya telah ia berikan. Bersama timnas Korea Selatan Ji-Sung telah merasakan semifinal Piala Dunia 2002 yang digelar di negerinya sendiri. Walau hanya mampu membawa Korea Selatan kebabak perdelapan final Piala Dunia 2010 Afrika Selatan beberapa waktu lalu, namun Park Ji-Sung sudah bagaikan pahlawan nasional dimata rakyat Korea Selatan dan juga fans United. Park telah mempu mengangkat martabat pesepak bola Asia yang selama ini dianggap tak mampu bersaing dengan pemain-pemain dari benua lain. Semoga saja dikemudian hari akan lahir kembali Park Ji-sung- Par Ji-Sung lain yang mampu meneruskan apa yang telah dimulai oleh sang “Manusia Tiga Paru-Paru,” ini. (Arjuna/ Dari: Berbagai Sumber)
0 komentar:
Posting Komentar