Sumpah Para Pemuda Susah
Mereka datang secara berombongan, terpisah, dan berdiri sendiri. Di bundaran mereka berkumpul menjadi satu. Terbentuk barisan mencapai 250 mahasiswa.
Sejenak mereka menggalang barisan. Berbagai poster dan spanduk dibentangkan. Setelah itu mereka melafalkan Sumpah Mahasiswa yang mengacu pada Sumpah Pemuda.
Kami Mahasiswa Indonesia bersumpah
Bertanah air satu, tanah air tanpa penindasan
Berbangsa satu, bangsa yang gandrung akan keadilan
Berbahasa satu, bahasa tanpa kebohongan...
Ikrar Sumpah Mahasiswa Indonesia merupakan rangkaian aksi memperingati Sumpah Pemuda 1928. Mereka berasal dari elemen Badan Eksekutif Mahasiswa STAIN Pontianak, BEM Universitas Panca Bhakti, Front Mahasiswa Nasional, Ikatan Mahasiswa Kalimantan Barat, Himakatra, PMKRI, GMNI, IPNU, GMKI, PMII, KAMMI Kalbar, KOMPI, dan Komunitas Mahasiswa Santri.
Mahasiwa meneriakkan yel-yel. Poster dan spanduk ditempatkan di depan dada. Setelah itu sebagian mahasiswa bergantian berorasi. Mereka menggelar aksi teatrikal menggambarkan sistem kapitalis. Seorang pengunjuk rasa menarik lima mahasiswa dan pemuda yang menggenggam tongkat.
”Ketidakadilan dan penindasan yang dilakukan para antek imperialisme, sangat dirasakan pemuda dan mahasiswa Indonesia,” kata Bara Pratama, juru bicara Front Mahasiswa Nasional.
Bara menyebutkan contoh praktik liberalisasi pendidikan. Menurut dia, liberalisasi pendidikan adalah bentuk baru penindasan. Privatisasi dan komersialisasi pendidikan berkedok otonomi kampus terjadi di sebagian besar perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta.
Menurut Bara, hanya 17,25 persen lulusan sekolah mampu melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Mahasiswa putus kuliah tahun 2009-2010 mencapai 18,57 persen. Pemuda pun kesulitan mendapatkan pekerjaan. Tanah yang menjadi sumber penghidupan, diambil alih investor.
Dari Tugu Digulis Universitas Tanjungpura para mahasiswa menuju kantor DPRD Kalimantan Barat di Jalan Ahmad Yani. Di kantor Dewan, para mahasiswa memaksa bertemu anggota Dewan.
Lama menunggu, mahasiswa ditemui Andry Hudaya, anggota Komisi D. Mahasiswa menuntut pemerintah merealisasikan anggaran pendidikan 20 persen dari APBN dan APBD.
Mahasiswa mendesak pemerintah menghentikan komersialisasi dan privatisasi pendidikan, menjamin sekolah gratis, uang kuliah murah, dan meningkatkan fasilitas kampus. Mereka menuntut penghapusan rancangan peraturan pemerintah pengganti UU Badan Hukum Pendidikan. Mahasiswa juga menolak Peraturan Wali Kota Pontianak kuota pelajar asal luar daerah yang dibatasi 5 persen - 10 persen.
”Saya akan menyampaikan tuntutan ini secara kelembagaan di dalam rapat-rapat DPRD,” kata Andri Hudaya sebelum mahasiswa membubarkan diri. (VHRmedia)
0 komentar:
Posting Komentar