Insiden Densus di Medan, DPR Panggil Kapolri
"Seolah-olah mereka superior. Persoalannya adalah superior-superior ini seperti preman-preman baru di lembaga kepolisian. Ini sama dengan kasus Kopassus yang sewenang di Zaman Soeharto," kata anggota Komisi III DPR Bidang Hukum Desmond J Mahessa, Jakarta, Selasa 21 September 2010.
Densus 88 dinilai telah melampaui kapasitasnya di wilayah Polda Sumatera Utara, saat personelnya berjalan kaki memasuki kawasan Bandara Polonia untuk menaiki pesawat carter melalui Pos Golf Bravo yang tidak terbuka bagi sipil.
Densus dianggap tidak menghormati persoalan administratif keluar masuk di bandara. "Menurut saya ini harus kita koreksi. Dalam proses penegakan hukum harusnya ada koordinasi, ada penghormatan terhadap tempat dan wilayah," kata anggota Fraksi Gerindra ini.
Komisi III akan mempertanyakan hal peristiwa itu dalam Rapat Dengar Pendapat mendatang dengan Kapolri. Karena, peristiwa ini merupakan bagian dari proses penegakan hukum.
"Panja penegakan hukum satu bagian yang mengontrol ini. Dalam RDP (Rapat Dengar Pendapat) dua tiga hari ini, itu yang diagendakan kawan-kawan untuk mempertanyakan," jelas Desmon.
Bagi Desmon, dugaan pelanggaran dengan dalih tugas negara itu justru menjadi pertanyaan besar. Bila memang itu tugas negara, kata dia, seharusnya ada petugas negara di sana yang juga harus melaksanakannya, yaitu Kapolda.
Desmon menegaskan, seharusnya Kapolda juga diberi kepercayaan melaksanakannya sebagai yang berkepentingan di daerah itu. "Nah alasan apa, undang-undang apa, yang mengisntruksikan atau yang memerintahkan Densus 88 lebih hebat daripada Polda," tegas dia. "Jangan-jangan ini dibangun kebiasaan baru oleh kepolisian".
Sebelumnya, Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri, Inspektur Jenderal Iskandar Hasan, menyatakan, jika memang arogan, Polri meminta maaf dalam peristiwa itu.
0 komentar:
Posting Komentar